Thailand: Bangkok Chapter

As we express our gratitude, we must never forget that the highest appreciation is not to utter words, but to live by them.” — John F. Kennedy

Kenapa sih judulnya Thailand: Fast Forward? Karena sekarang sudah lebih dari setengah tahun 2019, tulisan saya terakhir tentang perjalanan di tahun 2017. Di sela-selanya, (bukannya sombong) sudah berkali-kali saya ke Thailand. Tentu disponsori oleh kantor 🙂 Mungkin sekitar 5 kali lah. Kebanyakan Bangkok, sang Ibukota. Nah, dari beberapa perjalanan ke Thailand itu saya rangkum di sini.

Hero of the story, let it be only me for once.

Orang bilang, “apa sih Thailand, panas, kayak Jakarta”. Buat saya, saya suka Thailand. Thailand punya pesona sendiri. Temples? Check! Food? Check! Shopping spree? Check! Parks? Check! Art and performance? Check! Culture? Checkity Check!

Sebenarnya alasan kami sering ke Thailand karena memang kantor Thailand sama-sama cabang kantor Asia Tenggara, seperti kantor di Indonesia. Tapi dengar-dengar biaya meeting di Bangkok paling murah di antara negara lainnya, jadilah Bangkok yang dipilih saat ada meeting atau training yang tidak bisa dilakukan via video call. Jadi, kita mulai?

Anyway, karena ini sudah lamaaaaaaa, jadi untuk part biaya bisa jadi tidak valid.

PART 1

28 Januari 2018

Kami tiba di Bangkok. Kali ini adalah kali kedua saya ke Bangkok. Meeting akan dilaksanakan mulai Senin 29 Januari sampai Rabu 31 Januari 2018. Sudah merencanakan akan extend meski tidak lama, bisa lah curi jalan-jalan sedikit 😛

Kantor kami berada di daerah perkantoran, sekitaran Phaya Thai, dan saya menginap di hotel VIC3, hotel langganan kantor kami. Kamar di VIC3 enak, aksesnya mudah karena dekat sekali dengan stasiun BTS Sanam Pao. Satu-satunya yang kurang enak adalah sarapannya karena variasinya sedikit sekali! Dari hotel ke kantor jaraknya 2 stasiun BTS, bisa saja naik BTS, tapi karena saya suka jalan kaki jadilah saya jalan setiap hari dari hotel ke kantor. Jalan kaki di tempat baru adalah kesukaan saya, agar lebih mengenal dan melihat suasana dari dekat.

31 Januari 2018

Meeting selesai, saya sudah mempunyai agenda sendiri setelah itu: jalan-jalan ke Asiatique. Kenapa Asiatique, karena destinasi ini adalah salah satu yang populer untuk orang Indonesia. Teman-teman saya menyarankan ke sana, jadi saya ke sana setelah meeting selesai. Karena kantor saya dekat dengan BTS, saya naik BTS sampai stasiun Saphan Taksin. Menurut pencarian yang saya dapatkan, ke Asiatique bisa ditempuh dari stasiun Saphan Taksin dengan bus. Naik bus umum di sana harganya mirip dengan di Jakarta, mungkin sekitar 10B, sekitar Rp4.000. Cukup hilang arah saat turun BTS, akhirnya saya menemukan bus yang melewati Asiatique. Di bus saya berkenalan dengan satu keluarga yang dari Indonesia juga. Lupa dari kota apa. Sempat ngobrol sebentar dengan pasangan suami istri yang membawa dua anak ini, lalu kami berpisah saat sampai di Asiatique.

Sampailah di Asiatique. Memang, sejauh saya berjalan di Asiatique seringkali mendengar percakapan orang dalam bahasa Indonesia. Seperti yang telah saya sebutkan di atas, Asiatique ini adalah semacam tempat wisata favorit orang Indonesia. Banyak tempat makan (ringan, berat, asin, manis, lengkap!), banyak tempat belanja (apapun ada di sini!), banyak tempat foto-foto, bahkan ada pertunjukan kabaret ladyboy juga. Favorit masyarakat Indonesia banget, bukan? Ikon Asiatique adalah ferris wheelnya. Spoiler, saya belum pernah naik ferris wheel di Asiatique karena setiap ke sini saya selalu sendiri, dan naik ferris wheel tidak seru kalau sendirian!

Asiatique berada di pinggir sungai Chao Phraya, dan tidak disangka ternyata sunset di sini sangat indah. Beberapa menit saya hanya memandangi sungai yang dilalui oleh beberapa kapal kecil dan memandangi matahari yang sudah akan tenggelam ditemani siluet jembatan. Yang kurang hanya pundak seseorang. Yha………………… pokoknya lain kali kalau ke Bangkok dengan seseorang yang spesial, mau saya ajak ke sini ah.

bangkoke
RIIIIIIIGGGHHHHHTTTTTT?????

Setelah gelap dan cukup puas mengitari Asiatique, saya jalan lagi. Ternyata Asiatique menyediakan shuttle boat dari dan ke Saphan Taksin. Whaaaaaaat, buat apa saya kebingungan cari-cari bus -______– Saya naik shuttle boat ke Saphan Taksin dan saat menikmati angin dan perjalanan melalui perahu, tiba-tiba orang heboh menunjuk ke satu titik, ternyata………

bangkok7

Sedang gerhana bulan. Masyaallah, saya takjub dan benar-benar langsung bersyukur. Betapa tidak, saya yang seorang pemimpi bisa jalan-jalan di negeri orang dengan pengeluaran pribadi yang tidak banyak, duduk naik perahu menyusuri Chao Phraya ditemani gerhana bulan yang tidak setiap hari bisa disaksikan. Allah baik sekali, ya. Saya tak bisa berhenti senyum.

Dari Saphan Taksin, saya memutuskan untuk turun di stasiun Ratchathewi dan menuju salah satu pasar malam yang bernama Talad Neon, rekomendasi Hani.

FYI, salah satu alasan saya menyukai Bangkok (dan mungkin beberapa daerah lainnya di Thailand) adalah karena banyak sekali night market. Semua night market di Thailand yang pernah saya kunjungi sangat hidup. Ramai, apa saja ada di sana.

Talad Neon, seperti namanya, dihiasi oleh aksesoris dan lampu neon. Jejeran vendor berbaris rapi. Makanan, minuman, pakaian, stationery, kosmetik, obat-obatan, aksesoris, sampai penampil jalanan berkumpul di sana.  Setelah makan tom yam dan ayam (whoa it rhymes) dan mango sticky rice, saya terlalu lelah untuk berjalan dan memutuskan untuk memesan Uber. Tidak ada Uber driver yang mau pick up saya, akhirnya saya naik taksi ke hotel.

 

bangkok8
Penasaran kenapa mangga di Thailand bisa beda banget sama yang di Indonesia
bangkok5
Tom Yam dan Ayam. Endesssssssss..

 

bangkok9
Neon dan lampu dimana-mana

1 Februari 2018

Berhubung hari ini seharusnya saya pulang ke Jakarta, akomodasi hotel hanya diberikan sampai hari ini. Saya harus check out dan cari penginapan lain untuk extend sehari. Saya memilih penginapan bernama Glur Bangkok, yang berada tidak jauh dari BTS Saphan Taksin. Baru kali ini saya memilih kamar sharing dengan konsep bunk bed. Tak apalah, hanya sehari. Saya sampai di Glur masih terlalu pagi, sekitar jam 10an, belum bisa check in jadi saya hanya menitip tas di resepsionis. Memang rencananya begitu. Resepsionis Glur ramah-ramah dan sangat membantu lho..

Saya memilih daerah Saphan Taksin karena bisa opsi transportasi yang mudah, bisa mengakses BTS juga kapal feri. Rencananya hari ini saya ingin berjalan-jalan menggunakan kapal feri menuju daerah-daerah wisata populer seperti Wat Pho, Wat Arun, dan lain-lain, karena kapal feri berhenti di beberapa daerah wisata. Tiket bisa dibeli di Pelabuhan Saphan Taksin (setelah keluar BTS Saphan Taksin langsung melihat pelabuhannya), harga tiketnya untuk all day yaitu 180B, sedangkan single trip yaitu 50B.

Pertama saya memutuskan untuk ke Wat Arun, salah satu ikon Bangkok. Kapal ferry berhenti di Wat Arun kok. Wat Arun yang bernama lengkap Wat Arun Ratchawararam Ratchawaramahawihan, mempunyai nama populer yaitu Temple of Dawn karena konon pemandangannya sangat indah saat matahari terbit. Tapi karena cukup effort untuk melihat Wat Arun saat matahari terbit, jadi saya mengunjunginya saat siang hari saja. Tiket masuk ke Wat Arun untuk turis mancanegara yaitu 50B (sekitar Rp20.000). Wat Arun dari dekat sangat cantik lho, karena dipenuhi ornamen kaca dan keramik dengan bentuk bermacam-macam. Detail sekali!

bangkok13bangkok14bangkok12bangkok15bangkok16bangkok17bangkok18bangkok19

bangkok20
Those details!

Seperti temple besar lainnya, komplek Wat Arun terdiri dari beberapa temple dan bangunan. Cukup besar. Ada yang ramai, ada yang sepi. Semuanya mempunyai detail yang menakjubkan.

Puas mengelilingi Wat Arun, saya menyeberang ke Wat Pho menggunakan kapal kecil dan hanya membayar 4B (sekitar Rp1500). Karena tahun 2013 saya pernah ke Wat Pho, jadi saya tidak terlalu lama di Wat Pho dan berjalan ke arah Grand Palace, menapas tilak perjalanan di tahun 2013 bersama teman-teman (dan mantan wkwkwkwk). Awalnya berencana untuk ke Grand Palace lagi, karena pasca meninggalnya Raja Bhumibol dengar-dengar jasadnya dipajang di sana. Terakhir ke sana Raja Bhumibol masih hidup, juga belum terlalu puas karena dehidrasi hingga mencuri botol minum orang lain (baca di sini!). Namun karena setelah berjalan kaki nun jauh memutari istana tapi tidak menemukan pintu masuk (nemunya pintu keluar terus), saya mengurungkan niat dan makan di sekitar sana saja, lalu pulang ke Glur.

bangkok21
Kapal 4 Baht

Sampai di Glur sudah jam 16.30, sudah bisa masuk kamar, ternyata isi kamarnya ada 4 bunk bed. Satu bed bisa diisi 2 orang, jadi maksimal satu kamar bisa 16 orang. Kamar yang saya sewa ini khusus wanita, dan saat itu didominasi orang Indonesia, sekitar 5/8 bed diisi orang Indonesia hahahaha. Di atas saya sendiri orang Inggris. Yang saya suka dari Glur Bangkok ini, setiap bed diberi tirai sehingga privasi tetap akan terjaga. Sesekali ngobrol dengan orang lain, tapi tetap bisa menutup tirai jika tidak ingin diganggu. To my surprise, bed nya berukuran queen size, bisa untuk 2 orang. Ada cermin, gantungan, dan tentunya colokan. Nyaman kok. Saya jadi ketagihan kamar dengan konsep bunk bed begini, sudah murah (sekitar Rp120.000), nyaman pula. Satu-satunya yang kurang nyaman adalah kamar mandinya. Jadi, satu lantai ada satu kamar, dan setiap lantai ada dua kamar mandi. Di jam-jam penuh biasanya antre untuk mandi. Siapa cepat ia dapat, lah. But other than that, nice!

Istirahat sebentar, setelah gelap keluar lagi menuju Asiatique. Kenapa Asiatique (lagi), karena akses ke sana gratis hehehe dan lengkap mau apa juga ada di sana. Kali ini rencananya untuk beli oleh-oleh.

bangkok6
Cutie!

2 Februari 2018

Saatnya pulang ke Jakarta. Saya ambil flight yang sore, tapi lupa siangnya kemana dulu. Atau berangkat siang dan langsung ke bandara? Hmm… ada black hole di sini. Baiklah.

Ternyata part 1 saja panjang begini ya, ya sudah dibagi lagi jadi beberapa part. Awkay.

Things I’ve Learned from This Trip:

  • Penginapan dengan konsep bunk bed tidak buruk. Mungkin asal pilih tempat yang oke, akan nyaman-nyaman saja.

Signature Food I’ve Tried:

  • Tidak banyak yang baru, hanya makanan normal seperti tom yam dan mango sticky rice atau jajanan biasa seperti cumi bakar.

What I Think About This Trip:

Dari perjalanan di Chao Phraya saat gerhana bulan, saya benar-benar belajar untuk bersyukur. Saya diberi kesempatan untuk menikmati keindahan yang ada di negara lain, di saat masih banyak orang di luar sana yang masih serba kekurangan. Woah jadi sentimental gini. Tapi beberapa hari yang lalu saya mencoba tes kepribadian dan saya ternyata Melankolis, jadi make sense lah ya kenapa jadi sentimental saat di keadaan yang barusan saya ceritakan.

Bersambung ke part dua yaa……..

Sedang menunda-nunda packing,

Cheers!

Medina

bangkok11.jpg

Satu pemikiran pada “Thailand: Bangkok Chapter

Tinggalkan komentar