“Amazing Thailand” – Slogan wisata Thailand
Memang, seperti tidak ada habisnya Thailand untuk dibahas. Melanjutkan tulisan saya mengenai rangkuman perjalanan-perjalanan ke Thailand part 1, mari kita mulai part 2.
Perjalanan selanjutnya di bulan Juli 2018, tidak ada yang baru karena tidak jalan-jalan. Datang, meeting, ingin langsung pulang. Kenapa? Karena sedang genit. Karena sedang piala dunia dan ingin nonton final di Indonesia bareng Bunga dan Hani, karena siaran bola di Bangkok pakai bahasa Thailand.
PART 2
23 September 2018
Setibanya di Bangkok, disambut hujan. Sendu. Sedang galau saat itu. Saya menginap di Hotel Centre Point Sukhumvit, berada di antara BTS Nana dan BTS Asok. Hotelnya enak banget, dapet kamar yang ada meja makan, balkon, dapur, mesin cuci, dan kamar mandinya besar. I was reaaaaaally amazed by the hotel room, karena selama di Bangkok belum pernah dapat kamar yang sekece ini, hehehe..
26 September 2018
Training selesai! Malamnya saya hanya jalan-jalan di Terminal 21, mal yang pernah saya datangi waktu pergi mencari makanan proper setelah bosan dengan makanan Thailand, lalu malamnya hanya duduk di balkon sambil menikmati fenomena bulan (lagi!), yang bernama Harvest Moon, sambil dengarkan lagu The Moon Song versi Scarlett Johansonn di film Her (yaah, di sini nggak bisa masukin link lagu kayak di Tumblr yaa..)
note: Harvest Moon ini adalah bulan purnama yang muncul saat musim gugur tiba. Cahayanya yang sangat terang adalah ciri khasnya.
Eh iya, saat nongkrong di balkon sendirian sambil menyetel lagu dan memandangi bulan, tak sengaja di gedung sebelah sedang ada yang mandi dan jendelanya tidak ditutup. Jadi……… Ya pelajarannya, buat kamu yang sedang baca ini, kalau mandi jangan lupa tutup jendela ya, apalagi kalau pemandangannya adalah gedung lain meheheheheh…..
27 September 2018
Kali ini saya tidak ingin berada di Bangkok saja, saya berencana untuk extend ke Pattaya. Yap, Pattaya yang dulu buat dua sahabat saya bertengkar. Sekitar jam 11 setelah check out, saya naik BTS dan turun diĀ stasiun BTS Mo Chit untuk pergi ke terminal Mo Chit. Namun ternyata ada yang missed. Saya tidak menemukan terminal bus di sekitaran stasiun BTS Mo Chit, hanya beberapa bus yang seperti sedang ngetem, jadi saya tanya petugas di sana. Menurut petugas, untuk ke terminal Mo Chit saya perlu naik bus lagi Barusan saya cek peta, sepertinya sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan kaki dari Chatuchak, karena sebenarnya berada di belakang taman di Chatuchak. Tapi naik bus pun harganya 10 Baht, sekitar Rp4000, seakan jauh karena muter aja.
Tiba di Terminal bus Mo Chit, saya mencari penjualan tiket ke Pattaya. Loket cukup mudah ditemukan (thanks, bapak-bapak yang kebetulan mau ke Pattaya juga!), saya membeli tiket bus keberangkatan pukul 12.20 seharga 117 Baht. Perjalanan sekitar 1,5-2 jam, tiba di Bangkok sekitar jam 14.00 an.
Sehari sebelumnya saya sudah book penginapan dengan konsep bunk bed dalam kapsul bernama Hi Capsule Pattaya, jadi setelah tiba di terminal Pattaya saya langsung ke Hi Capsule. Ini pertama kalinya saya menginap di kamar kapsul, sooooo excited, dengan interior seperti berada di dalam film sci-fi. Namun kali ini tidak ada kamar khusus wanita, jadi campur-campur. Tak apa lah, toh tertutup rapat. Kamar mandinya juga campur, tapi di sana cukup sepi saat itu jadi sama sekali tidak masalah, tidak pernah antre kamar mandi.

Sore harinya saya jalan kaki di sekitar penginapan dan pantai Pattaya, juga ke Pattaya Night Bazaar. Penginapan saya berada di daerah yang sangat strategis, sangat dekat dari Pantai Pattaya, Pattaya Night Bazaar, night life, juga dilewati transportasi umum songthaew. Saat itu pantainya sedang ada renovasi di berbagai titik, sehingga mungkin sedikit susah untuk mencari tempat yang enak untuk memandangi sunset. Pantainya sendiri tidak semuanya bagus, ada beberapa tempat yang diokupasi kedai kecil atau warung, tampak beberapa sampah di pasir.



Namun banyak juga spot yang tak ada orang berjualan dan pantainya luas. Di sana, saya duduk mendengarkan lagu, menikmati angin menerpa wajah, matahari sore yang lembut dan keemasan, memandangi deburan ombak dan interaksi antar manusia di sekitar pantai. Well, ternyata lagi-lagi di pantai ini saya menemukan rombongan muda-mudi dari Indonesia.
Setelah dipikir-pikir, baru kali ini saya benar-benar melihat matahari terbenam tanpa terhalang matahari, dari bulat hingga tenggelam. Seperti lirik lagu Gelembung Kaca oleh Puti Chitara dan Cholil Mahmud, “menantang langit merah, oranye, kuning”. I loved every moment of it.

Setelah matahari benar tenggelam, saya berjalan kaki di sekitar pantai sambil mencari makan. Suasana di daerah itu seperti di Kuta atau Legian, banyak bar menghadap ke pantai yang dipenuhi orang kulit putih. Seperti biasa, saya menghindari tempat yang ramai dan makan di restoran Italia yang kecil, lalu jalan pulang ke penginapan.

28 September 2018
Hari ini agenda saya adalah ke Pattaya Floating Market. Sudah lama ingin ke sini, karena Running Man pernah shooting di sini saat ke Pattaya (ya, ya, saya penggemar Running Man :P). Tidak terlalu niat belanja, cuma ingin jalan dan jajan. Spoiler alert, hari itu saya banyaaaak sekali berjalan kaki. Disengaja maupun tak disengaja.
Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki dari penginapan ke jalan besar untuk naik songthaew (sejenis angkot tapi tuktuk panjang) warna putih yang melewati Pattaya Floating Market. Simpel ya? TIDAK.

Mencari songthaew yang tepat ternyata tidak semudah itu. Entah sedang sial atau memang sedang tidak banyak, saya berjalan 2km hingga akhirnya menemukan songthaew yang sedang ngetem. Memang, 2km tidak jauh sebenarnya, tapi saat itu matahari sedang terik, sekitar jam 11/12 siang. Songthaew hanya bayar sekitar 10-20 Baht. Apalagi jalan sendirian, tak ada teman ngobrol. Tak banyak yang naik songthaew, hanya beberapa ibu-ibu. Saya mau tanya bagaimana cara turun, tapi bingung ibunya tak bisa bahasa Inggris. Tak mungkin dong saya bilang “KIRI BANG!“. Ternyata ada bel yang kita bunyikan jika ingin turun, lalu bayar setelah turun (seperti angkot).
Sampailah di Pattaya Floating Market. HTM Pattaya Floating Market sekitar 200 Baht, atau Rp80.000an, dan seingat saya ada beberapa macam tiket seperti tiket untuk keliling floating market naik perahu. Saya hanya tiket biasa, karena lagi-lagi, saya sendiri. Saat itu hari Jumat, jadi suasananya tidak terlalu ramai, tidak tahu kalau weekend ya..

Jika kamu berniat untuk belanja, Pattaya Floating Market adalah tempat belanja yang cukup menarik. Sangat luas, dengan arsitektur seperti rumah terapung di atas danau buatan berwarna coklat. Banyak jajanan yang menarik juga yang jarang saya temukan di Bangkok seperti SATE BUAYA. Sayangnya saya tak berani coba hehe, jadi hanya beli jajanan-jajanan normal seperti pancake pisang keju dan duren. Did I have lunch there? Lupa. Tak banyak juga yang saya beli, hanya 1 baju karena saya niat belanja di Chatuchak weekend nanti.


Saat itu sudah menjelang sore, saya memutuskan untuk pulang karena telah puas berjalan-jalan cuci mata. Oke, saya temukan masalah baru. Pulang naik apa? Untuk naik songthaew saya harus menyeberang dan menyeberang harus pakai jembatan penyeberangan, karena Sukhumvit Rd itu jalan besar – dua jalurnya dibatasi oleh semak bunga-bunga. Sejauh mata memandang, saya tidak melihat jembatan penyeberangan. Should I go left or right? Kalau ke kiri dan tidak menemukan jembatan penyeberangan maka akan lebih jauh, ya sudah ke kanan agar searah pulang. “Masa sih tak ada jembatan penyeberangan?”, pikir saya. WRONG. Saya berjalan kaki sekitar 6.5 km hingga akhirnya bertemu jembatan penyeberangan…….. tepatnya di depan Big C South Pattaya. Rasanya tak pernah sesenang dan selega itu bertemu jembatan penyeberangan. Untungnya tak lama menunggu, saya naik songthaew lagi yang menuju ke Pantai Pattaya. Kali itu warnanya biru navy. Berbeda dengan perjalanan pergi, perjalanan pulang kali ini songthaew dipenuhi anak-anak yang baru pulang sekolah. Okay lesson learned, mungkin perlu pertimbangkan transportasi lain jika ingin kunjungi Pattaya Floating Market.
Saya turun di dekat Pattaya Walking Street. Pattaya Walking Street dipenuhi oleh bar dan merupakan salah satu tempat favorit pelancong berjalan kaki di malam hari. Tapi karena baru ramai malam hari, saya belok ke Pattayasaisong RdĀ untuk mencari makan dulu. Ada sesuatu yang menarik perhatian saya di Pattayasaisong. Sebuah mal dengan dekorasi seperti tertabrak pesawat merah. MAL! Itu yang saya butuhkan sekarang setelah bercucur keringat berjalan kaki lebih dari 10km di panasnya kota Pattaya. Selain itu dekorasi pesawat tadi menandakan di situlah letak Museum Ripley’s Believe It Or Not!, museum favorit saya waktu kecil. Langsung saya masuki mall bernama Royal Garden Plaza itu. Ah….. AC.
Saya lupa kapan makan siang, tapi sepertinya hari itu saya tidak terlalu lapar, saya langsung menuju lantai yang ada museum Ripley’s Believe It Or Not. Awalnya tidak niat ke dalam karena tidak tahu harga tiketnya berapa, tapi ternyata tiket dibagi jadi beberapa jenis tiket. Ada tiket masuk museum saja, ada tiket untuk masuk wahana:
- The Odditorium
- Ripley’s Scream in the Dark
- Ripley’s Haunted Adventure
- Ripley’s Moving Theater 9DX
- Louis Tussaud’s Waxworks
- Ripley’s Infinity Maze
- The Vault Laser Maze Challenge
Tapi saya pilih yang hanya masuk museumnya saja. Harga tiket masuk untuk museumnya saja kalau tidak salah sekitar 700 Baht (Rp 280.000an), sedangkan kalau untuk wahana bisa pilih paket dari 3,5,7 wahana dengan harga variasi antara 1,200-1,500 Baht (Rp500.000-600.000 an).

Museumnya menyenangkan! Banyak barang yang bisa dimainkan, ilusi optik, fakta-fakta menarik, dan yang paling penting adalah membawa memori waktu kecil. Waktu kecil museum ini pernah ada di Pondok Indah Mall, tapi tidak lama. Sekarang tempatnya sudah jadi Street Gallery. Anyway, kali ini saya tidak sendiri, namun “ditemani” orang India yang berpisah dari temannya. What? Medina keliling museum sama orang asing yang baru ketemu? Iya dia ngikutin terus semenjak saya minta tolong dia ambil foto saya huft cukup risih lama-lama *jiwa introvertnya keluar*.

Selesai keliling, saya makan di Burger King (sudah berpisah kok sama orang tadi), lalu saat matahari mulai terbenam jalan kaki ke Pattaya Walking Street yang hanya beberapa meter dari Royal Garden Plaza. Yang menarik, sunset hari ini berbeda dengan sunset kemarin. Kalau kemarin warna langit didominasi warna biru-emas, hari ini sunset didominasi oleh warna ungu-pink. GIMANA CERITANYA COBA, cuma beda satu hari tapi bisa beda banget warna langitnya?

Oke, saya mau cerita sedikit tentang Pattaya Walking Street. Or should I say, Jalan Maksiat? Hahahahaha, eye-opening sih, banyak bar yang memajang wanita menari atau pole dancing, bahkan wanita-wanitanya turun ke jalan ditawarkan oleh pimp nya. Dan yang unik, banyak sekali wanita kulit putih, sepertinya kebanyakan dari Eropa Timur. Ada banyak bar bertuliskan aksara Rusia. Bar nya juga cukup banyak yang unik-unik, seperti bar berkonsep es -11° C.Ā Saya cuma jalan dari ujung ke ujung lalu balik lagi (namanya juga walking street), tapi ini salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat di Pattaya sih š


Setelah puas, saya lanjut naik songthaew ke Tiffany’s Cabaret Show, sekitar 4km dari Pattaya Walking Street. Kali ini naik songthaew nya berdiri di ujung tempat masuk :D. Anyway, Tiffany’s Cabaret Show adalah salah satu pertunjukan kabaret lady boy paling terkenal di Thailand. Untung saja tiket bisa dibeli di tempat, dan untungnya saya pas-pasan datang saat pertunjukan pukul 19.30 akan segera dimulai. Saya beli tiket Mezzanine (balkon), duduk di paling depan. Tiket Mezzanine dapat dibeli seharga 1,000 Baht (sekitar Rp400.000an), sedangkan tiket VIP (di bawah) bisa dibeli seharga 2,400 Baht. The show was amazing! Talent nya cantik-cantik, gemerlapan, kualitasnya tidak kalah dengan broadway (padahal baru nonton broadway sekali). Setelah selesai show, pengunjung bisa foto-foto dengan para talent dengan tips 100 Baht. Saya jauh-jauh ke sana masa tidak foto, saya cari talentĀ favorit saya, cantik sekali, tapi saat di foto keliatan banget laki-lakinya š

Tiffany’s Cabaret Show menutup cerita saya di Pattaya!
29 September 2018
Saya bangun pagi untuk bersiap kembali ke Bangkok, namun belum memutuskan naik apa, travel atau bus. Setelah bertanya di resepsionis Hi Capsule, saya dapat info ada van travel ke Bangkok di mal sebelah penginapan, sepertinya mal Central Festival. Konsepnya sama seperti travel Jakarta-Bandung. Kalau tak salah harganya sekitar 200 Baht dan ada keberangkatan setiap 30 menit. Saya berangkat pukul 11.00 dan sampai di Bangkok sekitar pukul 13.00.

Kali ini saya menginap di Ease Hostel di depan taman Chatuchak karena niatnya hari itu saya mau ke pasar Chatuchak untuk belanja. Ease Hostel juga merupakan penginapan dengan konsep bunk bed, meskipun tidak semenarik konsep Hi Capsule, tapi tempatnya nyaman. I reeeeallly love the lounge. I will tell you more about it later.

Tak lama di hostel, saya ke pasar Chatuchak untuk pertama kalinya. Pasar Chatuchak adalah pasar yang hanya buka saat akhir pekan, dan isinya cukup palugada. Mau apapun ada, mau yang murah, mahal, baru, bekas, pokoknya surga belanja. Ramai sekali, dan untung saya ke sana saat hampir sore, jadi panasnya tidak separah kalau siang. Malam menjelang, saya bergeser ke taman Chatuchak, di sebelah pasar Chatuchak, tempat banyak orang olahraga atau sekedar piknik di sana. Mencari sedikit ketenangan setelah berada di keramaian pasar Chatuchak selama kurang lebih 3 jam.



Sampai di hostel langit sudah gelap dan saya berencana untuk taruh barang, istirahat sebentar, lalu jalan lagi, mungkin ke tengah kota di sekitaran Siam. Tapi memang semesta sepertinya menginginkan saya untuk istirahat. Tak lama sampai hostel ternyata hujan deras! Saya yang tadinya ingin jalan-jalan terakhir, mengurungkan niat dan akhirnya menyeduh Mama cup (seperti pop mie), duduk di lounge yang I love banget sembari membaca buku-buku lucu yang sudah disediakan di lounge, ditemani suara hujan lebat. Selain buku, di lounge ada TV, komputer, board games, dan meja makan.


30 September 2018
Saatnya teletubbies berpisah dengan Bangkok (lagi).
Things I’ve Learned from This Trip:
- Perjalanan yang tidak terlalu direncanakan bisa buat kita belajar lebih banyak. Seperti hari di mana saya banyak berjalan kaki tanpa tahu apa yang akan saya temui di depan.
Signature Food I’ve Tried:
- Makanan di Pattaya kurang lebih sama dengan di Bangkok sih, tidak terlalu eksplor makanan di Pattaya karena saya menginap di daerah turis, jadi banyak restoran western.
What I Think About This Trip:
Perjalanan ini adalah salah satu perjalanan saya yang paling berkesan secara spiritual. Mungkin dipengaruhi dengan kondisi kegalauan, atau saat itu memang sedang getol-getolnya pelajari tentang spiritualisme, tapi perjalanan sendiri kali ini membuat saya banyak berpikir, introspeksi, bersyukur, menghargai setiap momen yang saya rasakan di sini.
Bersambung ke chapter tiga!
Bulan ini akan ke Bangkok lagi, lanjut ke Chiang Mai?
Cheers!
Medina
Satu pemikiran pada “Thailand: Pattaya Chapter”