“I came to spend quality time with friends” – Shannon Wagner
“LIBURAN YUK”, mulanya hanya celetukan iseng seseorang yang kurang piknik belakangan ini (saya), berbuah menjadi rencana perjalanan ke Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
The Heroes of the story:
- Diego Christian
- Fiqrie Hidayat
- Medina Basaib
- Additional player, Muni
Seperti biasa, formasi awal cukup ramai, mungkin sekitar 9 orang yang kami ajak. Setelah berganti-ganti formasi, dan Ara terserang thypus H-1, akhirnya yang benar-benar berangkat hanya kami bertiga. Kali ini aku tidak terlalu ikut campur dalam menentukan detail perjalanan, karena Diego menawarkan diri untuk membuat itinerary. Kami memutuskan untuk pergi tanggal 22 Maret karena tanggal 25 Maret ada libur Paskah di hari Jumat, yang berarti long weekend!
Sebulan sebelum tanggal keberangkatan, saya membeli tiket pesawat Cit*lin*. Kalau kamu sudah baca blog saya di medinabasaib.tumblr.com, di situ saya jelaskan secara rinci betapa santainya Cit*lin* mengubah jadwal perjalanan yang berakibat akan mengubah seluruh jadwal perjalanan jika saya tetap memaksakan naik pesawat itu. Setelah minta refund dan beli tiket pesawat maskapai lain, yang sampai 2 bulan ini belum direfund juga, akhirnya saya bisa pergi tanggal 22 Maret.
Selasa, 22 Maret 2016
Hari ini saya tetap pergi kerja karena pesawat menuju Lombok dijadwalkan berangkat pukul 20.00 dan sampai pukul 22.55. Tak direncanakan, saya ternyata satu pesawat dengan Fiqrie, sedangkan Diego sudah berangkat ke Lombok dari pagi.
Ada cerita unik dari Diego. Di perjalanan, dia bertemu dengan seorang pejabat asal Lombok, dan setelah banyak mengobrol, Diego ditawarkan untuk menunggu kami di rumahnya. Berbagai fasilitas ia tawarkan, sampai supir pribadinya ditugaskan untuk menjemput saya dan Fiqrie, dan diantar sampai ke hotel kerabat sang pejabat. Setelah saya dan Fiqrie bertemu Diego, kami diantar ke hotel yang sepertinya mahal. Karena kami tidak ingin bayar hotel (karena ini diluar dugaan), kami berpikir rencana lain sambil makan di sebuah restoran fast food. Ada menu unik yang saya baru lihat, yaitu ayam crispy saus penyet. Yang aneh, karena ayamnya ayam crispy a la KFC, tapi diguyur dengan sambal penyet. Berhubung saya suka mencoba makanan baru, saya pesan deh. Oke juga 🙂
Kami selesai makan sekitar pukul 00.30 WITA, dan kami memutuskan untuk menginap di pelabuhan. Untuk ke Gili Trawangan, kami harus naik kapal dari Pelabuhan Bangsal. Dari bandara Lombok ke Pelabuhan Bangsal Pemenang cukup jauh, kami tiba di Pelabuhan Bangsal pukul 01.39 malam. Terima kasih, Mas Idris the driver!
Rabu, 23 Maret 2016
Terjaga cukup lama di teras loket pelabuhan yang sangat sepi, ditemani bunyi anjing dan tokek. Mungkin saya tertidur 15 menit, tapi kembali terjaga hingga akhirnya subuh nampak. Untuk membunuh waktu, saya jalan-jalan singkat di sekitar loket, memperhatikan langit, laut, dan bulan.
Tahukah kamu, hari itu saya menemukan bulan terindah yang pernah saya jumpai. Kebetulan saat itu bulan sedang bundar, bersinar sangat terang dan sinarnya terpantul lembut di laut, dibingkai dengan ratusan bintang dan laut yang tenang, serta bisikan laut yang menenangkan. Rahang saya benar-benar jatuh ketika saya dipanggil Fiqrie untuk melihat pemandangan itu, dan saya langsung jatuh cinta oleh bulan. Sayang tidak ada kamera yang proper untuk menangkap pemandangan itu. Ini yang terbaik yang bisa saya perlihatkan:
Siluet kapal mempercantik malam itu 🙂
Tak lama, adzan subuh berkumandang, dan pagi segera datang. Tidak butuh waktu lama untuk Pelabuhan Bangsal mulai beraktivitas. Banyak pedagang yang membawa berkardus-kardus makanan untuk dibawa ke Gili Trawangan dan sekitarnya.

Tiket kapal ke Gili Trawangan kami beli dengan harga Rp19.500, dan kapalnya akan jalan jika sudah penuh. Kapal kayu itu cukup besar, mungkin muat sekitar 30 orang. Untung kami tidak harus menunggu lama, karena dalam sekejap kapal sudah dipenuhi dengan orang dan barang dagangan. Off we go to Gili Trawangan!
Perjalanan ke Gili Trawangan pun tidak lama, rasanya tidak sampai setengah jam kami sudah sampai di Gili Trawangan. Gili Trawangan adalah gili (pulau) terbesar diantara gili-gili lain seperti Gili Air dan Gili Meno, sehingga Gili Trawangan menjadi pusat peradaban di antara ketiga pulau tersebut.
*Oh iya, untuk hotel, kami sudah book beberapa minggu sebelum ke sana, jadi kami bayar hotel di Gili Trawangan dan Bali totalnya Rp650.000,00.
Sampai di Gili Trawangan, kami jalan-jalan sebentar sambil mencari agen snorkeling. Di sana agen snorkeling, boat, diving, kayaking, dan lain-lain sangat mudah ditemukan. Setelah mengamankan paket keliling Gili seharga sekitar Rp100.000 yang sudah termasuk snorkeling di 3 titik, alat snorkel, dan makan siang, kami langsung menuju tempat inap. Kami menginap di penginapan berkonsep bungalow bernama Coconut Dream, tidak jauh dari pelabuhan. Kamarnya sangat besar untuk kami bertiga. Setiap kamar diberi nama berdasarkan karakter di Lion King, dan kami mendapat kamar Mufasa.
Menurut saya, tempat ini oke kok, pelayanannya ramah, ada bale-bale di teras untuk tiduran sambil baca novel, kamarnya besar dan nyaman.
Setelah unpack dan ganti baju sekenanya, sekitar jam 10.00 kami makan dan snorkeling! Di Gili Trawangan rasanya jauh lebih banyak wisatawan asing, sehingga kapal kami didominasi oleh wisatawan asing, mungkin wisatawan lokal hanya sekitar 10%.
Titik pertama snorkeling di sekitar Gili Trawangan menurut saya cukup cantik. Semua orang dibebaskan untuk berenang, sehingga saya tidak sadar kalau saya sudah cukup jauh dan sendirian. Sayangnya, snorkeling gear saya kurang nyaman, sehingga seringkali saya menelan air laut. Sambil sibuk membenarkan posisi alat snorkel, saya melihat ke bawah, dan betapa kagetnya saya berada di perairan yang cukup dalam (tidak terlihat karang), dan banyak gelembung-gelembung seperti lensa yang menuju ke arah saya. Saat itu saya sangat panik, karena saya tahu kalau lensa-lensa mengapung itu adalah ubur-ubur! Mereka berenang ke atas, ke arah saya, dan tidak lama terdengar beberapa hal seperti muncul di permukaan. Saya panik, mencoba berenang ke arah kapal dengan alat snorkel yang longgar, dan akibatnya kaki saya seperti kram, karena berenang dalam keadaan panik tak tentu arah. Sampai kapal, ternyata saya tidak bisa naik karena saya berada di sisi kapal yang salah. Mau tidak mau, saya harus berenang memutar lagi ke arah ubur-ubur. Saya putus asa saat itu rasanya mau terbang saja 😦 Akhirnya saya sampai di kapal, naik, dan bertanya pada boat driver sekaligus tour guidenya. Ternyata di situ memang banyak ubur-ubur, namun ubur-uburnya tidak menyengat. Tetap saja, saya takut melihatnya!
Lanjut ke titik kedua di sekitaran Gili Meno yang dinamakan Turtle Reef, karena di situ merupakan tempat kura-kura berenang. Bahkan kabarnya, kalau beruntung kamu bisa menemukan manta ray. Jarak dari permukaan ke dasar laut cukup dalam dan berbatu, sehingga sangat sulit menemukan kura-kura yang sedang berenang di atas batu. Saya sendiri memakan waktu lama untuk mencarinya. Untung saat itu alat snorkel saya sudah cukup bersahabat, tapi tidak butuh waktu lama untuk kembali menelan air laut. Sayangnya, teman saya, Fiqrie, pun mengalami hal yang sama. Alat snorkelnya bermasalah, dan dia panik sehingga susah untuk berenang. Kami memutuskan untuk kembali ke kapal meskipun saat itu waktu kami masih banyak.

Titik ketiga di sekitaran Gili Air merupakan tempat kamu bisa memberi makan ikan, karena di sana sangat banyak ikan yang berenang dengan jarak super dekat. Saya paling suka di spot ini, karena di sini saya belajar banyak hal. Saya kembali mengasingkan diri, mengapung di atas ikan-ikan itu, kadang berdansa bersama mereka, tapi saya juga menyempatkan diri untuk mengamati bagaimana ikan-ikan itu berenang bersama rombongannya masing-masing, betapa teraturnya mereka berenang bergantian, seolah-olah ada lampu lalu lintas dan ada yang mengatur mereka. Ya, mereka tepat di bawah saya dan rasanya dekat sekali. Saya tidak berenang, saya mengapung tersenyum melihat gerakan indah mereka. Ingin rasanya berada di antara mereka.
Tapi masih juga saya bermasalah dengan alat snorkel saya

Tak terasa, sudah hampir pukul 13.00, dan kami menuju Gili Air untuk makan siang. Selesai makan, kami menuju titik snorkeling yang di bawahnya ada kapal karam. Kapalnya tidak besar sih, dan bangkainya sudah menjadi tempat tinggal ikan-ikan.
Sekitar pukul 14.00, kami secara resmi selesai snorkeling, dan kembali ke bungalow untuk mandi dan istirahat. Saya memutuskan untuk mengisi waktu luang dengan tiduran di bale-bale teras sendiri sambil baca novel diiringi hembusan angin.
ZzZzZzZzZzZzZz…. tak lama saya ketiduran saking capeknya tidak tidur semalaman dan langsung menghabiskan banyak tenaga dengan snorkeling. Bukan hanya saya, ternyata Diego dan Fiqrie pun ketiduran di kasur. Bangun-bangun, sudah hampir waktunya matahari terbenam. Kami dengan cukup tergesa-gesa menuju sunset spot dengan jalan kaki karena tidak jadi menyewa sepeda. Sambil terus bertanya pada warga sekitar, kami menempuh jalan pintas menuju sunset spot. Mulai dari perumahan, desa, hutan, kandang kuda, lapangan, kami tempuh menuju sunset beach. Seandainya kami tidak terburu-buru dan tidak terlalu gelap, jalanan hutan di Gili Trawangan sangat cantik.
Kami terlambat, karena sesampainya kami di sunset beach, the sun had already set, dan sudah lumayan gelap. Akhirnya kami jalan kaki menuju peradaban lagi. Gili Trawangan dipenuhi oleh penginapan, bar, dan bule. Dimana-mana musik dimainkan dengan kencang, yang didominasi dengan musik reggae dan dance. Sebenarnya perjalanan cukup jauh dari semenjak kami meninggalkan penginapan (kami hampir mengelilingi pulau!), namun tidak masalah, karena begitu banyak yang bisa dilihat di sana. Kami bingung mau makan apa, setelah mengelilingi Le Petit Gili, semacam pasar makanan, kami memutuskan untuk makan pizza karena tidak begitu lapar, lalu setelah itu makan es krim khas Gili, Gili Gelato. Diego janjian untuk bertemu orang di sana, dan sambil menunggu orang itu, kami duduk di pinggir pantai memandangi laut dan langit. Di laut, lagu yang wajib saya putar adalah lagu Saeglopur milik Sigur Ros, karena Saeglopur sendiri artinya Lost at Sea. Hanya satu lagu itu saja, sisanya dengar lagu alam.
Orang yang ditunggu tak kunjung ada kabarnya, kami berjalan-jalan sampai akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan setelah membeli tiket perjalanan dari Gili Trawangan ke Bali. Sampai di penginapan sekitar pukul 23.00, dan akhirnya mengakhiri hari yang panjang ini.
Kamis, 24 Maret 2015
Sunrise apa? Kami semua bangun kesiangan untuk mengejar sunrise. Menikmati hari terakhir, Diego mempunyai rencana untuk bertemu orang yang semalam ditunggu, saya dan Fiqrie berrencana untuk mengunjungi tempat penangkaran penyu. Selesai sarapan, kami packing untuk kemudian check out. Setelah menitipkan tas di resepsionis, saya dan Fiqrie mengunjungi tempat penangkaran penyu tidak jauh dari pelabuhan. Sayangnya, di sana penyunya kurang banyak, juga tidak ada media atau orang yang menjelaskan mengenai penyu, fase hidupnya, dan habitatnya, sehingga rasanya ilmu saya tidak terlalu bertambah setelah mengunjungi tempat itu.
Lumayan kecewa, kami di sana hanya sebentar, dan melanjutkan perjalanan ke pantai area sunset beach. Di sana pantainya punya pasir putih yang cantik, sepi dan bersih dari kapal-kapal menjangkar, namun pasirnya dipenuhi sisa karang yang sudah putih.
Kami duduk memandangi pantai, berjalan, memandangi pantai lagi, sampai tidak terasa, sepertinya kami sudah berjalan hampir setengah pulau saja. Sekitar jam 1, kami kembali bertemu Diego dan makan siang di sekitaran Le Petit Gili. Saat itu cuaca mendung dan mulai menitikkan setetes demi setetes hujan. Kami harus segera kembali ke penginapan untuk ambil tas, lalu naik speed boat besar menuju Padang Bai, Bali. Untuk ukuran speed boat besar ber-ac dan ber-tv dengan tempat duduk yang cukup nyaman, tiket yang ditawarkan cukup murah, mungkin sekitar Rp275.000/orang.
Hujan mulai turun saat speed boat kami datang menjemput, dan semakin deras ketika kami menaikinya. Rasanya, Gili Trawangan ikut menangisi kepergian kami hahahahaha.. Tapi untunglah selama kami di sana, selama kami snorkeling, cuaca sangat cerah dan baru saat terakhir cuaca mendung dan hujan.
Dari Pelabuhan Gili Trawangan ke Padangbai menggunakan speed boat tidak begitu lama, sekitar 2 jam. Pemandangan dari atap speed boat sepanjang perjalanan sangat indah, saya sarankan jika kamu menaiki kapal ini, kamu naik ke atap dan nikmati pemandangan dari sana. Di atas tidak ramai karena lebih banyak penumpang yang menggunakan waktu di perjalanan ini untuk tidur.
Sesampainya kami di Padangbai, kami dijemput oleh shuttle bus yang sudah sepaket dengan speed boat tadi untuk diantar ke Seminyak. Perjalanan rasanya sangat lama, jangan tanya kenapa..
Tiba di Seminyak sekitar pukul 19.00, dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju Fave Hotel. Di luar dugaan, ternyata Fave Seminyak sudah pindah ke lokasi lain (yang sebenarnya tidak terlalu jauh). Kebingungan kami ditambah dengan guyuran hujan yang memaksa kami berteduh sambil berpikir. Hujan mereda, kami naik taksi menuju Fave, yang sebenarnya sudah sangat dekat dari tempat kami berteduh tadi. Ah yasudah kalau begitu, yang penting kami sudah bisa beristirahat lagi.
Tidak buang waktu, setelah istirahat sebentar, teman kami yang tinggal di Bali, Muni, menjemput kami untuk makan malam. Selepas makan malam, kami menuju Bali Joe, gay bar yang terkenal di Seminyak. Saya penasaran dengan aktivitas di sana, dan saya merasa aman saja karena toh wanita tidak akan digoda di sana hehehee.. Yang menarik dari tempat itu bagi saya adalah pertunjukan lady boy tiap beberapa belas menit sekali. Oke, setidaknya rasa penasaran saya terbayar, jadi sekitar pukul 12.00 kami kembali ke hotel.
Jumat, 25 Maret 2016
Selepas sarapan kami pergi ke Warung Made untuk bertemu dengan kenalan Diego, wanita Singapura yang akhirnya mengajak kami makan-makan di salah satu mall. Kami makan bersama banyak orang di sana dengan latar belakang berbeda-beda. Saya selalu merasa saya tidak punya social skill yang oke, berusaha untuk ramah dan berbasa-basi dengan mereka. Oh well.. Kami di sana sampai menjelang sore, setelah itu kami naik uber menuju La Plancha, salah satu spot sunset yang sedang hits di Seminyak.
Tempat itu sangat crowded, and I hate crowded place so much it makes me uncomfortable. Saya mencoba untuk menjauhi kebisingan itu dengan menghampiri pantai Seminyak yang menurut saya menarik. Saya lupa apakah saya sudah pernah ke pantai seperti itu, namun rasanya baru kali itu saya melihat pantai yang tepiannya dipenuhi air laut dangkal, bukan langsung pasir. Hmmm bagaimana ya menjelaskannya?
Oke pantainya cukup menghibur saya, kembali ke La Plancha karena ditunggu overpriced food and beverages.
Tibalah moment yang semua orang tunggu. Sunset. Sunset hadir dengan syahdunya..
Menurut saya, La Plancha terlalu ramai dan makanannya pun biasa saja. Hal yang menarik dari La Plancha adalah beanie bag berwarna-warni (yang menjadi daya tariknya), pantai basah yang unik, sunset yang cantik, dan pilihan playlist lagu yang oke.
Puas melihat sunset, kami pergi lagi menuju Rumors, sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari La Plancha. Jalan kaki dari La Plancha, setelah tersesat dan digonggong anjing, akhirnya kami sampai di Rumors. Di sana, teman kantor Diego yang berasal dari Perancis serta teman-temannya sudah menunggu, dan tak lama teman Diego lainnya datang dengan pacar bulenya.
Oke, saya mulai kembali merasa tidak nyaman dengan keadaan seperti itu. Bukan karena mereka tidak baik, mereka sangat baik, tapi saya memang punya social skill yang sangat rendah. Saya tidak nyaman jika harus dikelilingi orang lain, saya tidak suka basa basi. Saya jauh lebih suka ditemani satu dua sahabat saya di tempat sepi daripada dikelilingi orang asing di tempat ramai. You may judge me, but I literally had used all of my social skills before, and I was ran out of it. Kebetulan saat itu saya sedang sakit perut yang sebenarnya sepele, sehingga saya memutuskan untuk melebih-lebihkan sakitnya dan bilang saya harus pulang duluan (sorry guys!). Tapi Diego memaksa saya untuk tinggal di situ sebentar, karena ternyata dia sudah menyiapkan surprise ulang tahun palsu untuk saya! Kue datang, saya tidak tahu harus apa, ikut tepuk tangan dan makan kue sebentar (kuenya enak banget!!), lalu pulang dengan orderan saya yang akhirnya dibungkus. Akhirnya saya bisa sendirian lagi..
Saya berpikir untuk jalan-jalan sendirian di sekitaran hotel, tapi karena pikiran saya sedang tidak dalam kondisi prima, saya tidak berani untuk keluar sendiri malam-malam. Oh well, sleep well Medina..
Sabtu, 26 Maret 2016
Hari ini kami kembali ke Jakarta, dan jadwal pesawat kami hanya beda 1 jam. Fiqrie jam 9, Diego jam 10, saya jam 11. Fiqrie duluan ke bandara, namun ternyata karena telat boarding tiketnya hangus. Dia harus beli tiket yang berangkat sore ini. Oh well.. Diego tidak ada kabar setelah menginap di tempat lain semalam, dan ternyata dia sengaja melewatkan keberangkatan karena akan extend hingga hari Senin. Oh well.. Saya tidak telat dan akhirnya meninggalkan Bali duluan daripada mereka, ketika seharusnya saya jadi orang terakhir yang meninggalkan Bali. Oh well..
Things I’ve learned from this trip:
- Social skill is very important.Social skill memang dibutuhkan untuk keadaan seperti ini, karena perjalanan kami sangat terbantu oleh orang-orang asing. Thank you Diego, but I will leave the social thingy for you to take care of hahahaha..
- Saya jauh lebih suka melakukan perjalanan ke tempat-tempat dimana saya bisa belajar banyak dibanding hanya nongkrong di tempat hits yang sangat ramai. Kecuali kalau punya banyak waktu.
Signature food I’ve tried:
- Ayam crispy bumbu penyet – kombinasi yang unik
- Karena makanan Lombok dan Bali didominasi makanan pedas, saya tidak mau terlalu banyak mencoba, takut salah pilih hahahaa
What I think about this trip:
Trip ini banyak hal yang di luar dugaan, dan saya rasa kami beruntung selama perjalanan ini. Sayang saja, saya merasa kurang memanfaatkan waktu kami di Bali. Guys, if you read this, mungkin kita bisa samain tujuan kita liburan. Kalo emang tujuan lo untuk cari “teman” baru, bilang aja biar gue cari plan b nya buat gue. Kalo emang tujuan lo untuk quality time sama sahabat, keep your gadget off your hands and talk to us more.
Looking forward to the next one,
Cheers!
Medina
cukup seru bacanya, med. next trip ke sulawesi dong. haha. i.allah jadi tuan rumah 😛
SukaSuka
Hahahaa terima kasih, Kang.. Wiiih Sulawesi dimananya? Insyaallah kapan-kapan kesana.. Lagi kumpulin uang dulu 🙂
SukaSuka
Sama-sama medina :). hahaha aamiin, semoga kekumpul cepet. aku skrg tinggal di manado med hehe. Oia no mu masi yang lama kan?
SukaSuka